Sunday, January 15, 2012

produsen hasil peternakan

PENDAHULUAN
Populasi penduduk Indonesia yang sekitar 220 juta orang memerlukan kesediaan pangan hewani bermutu tinggi, halal dan aman dikonsumsi. Rataan konsumsi pangan hewani asal daging, susu dan telur masyarakat Indonesia adalah 4,1; 1,8 dan 0,3 gram/kapita/hari (Direktorat Jendral Peternakan, 2006). Angka angka tersebut barangkali jauh lebih rendah dari angka konsumsi standar Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (LIPI, 1989) yaitu sebanyak 6 gram/kapita/hari atau setara dengan 10,3 kg daging/kapita/tahun, 6,5 kg telur /kapita/tahun, dan 7,2 kg susu/kapita/tahun (Direktorat Jendral Peternakan, 2006).
Konsumsi pangan asal hewani akan meningkat sejalan dengan membaiknya keadaan ekonomi masyrakat maupun meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi baik. Di antara ketiga jenis pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu), sejak tahun 1955 Indonesia sudah mampu berswasembada telur dan daging ayam, akan tetapi sampai dewasa ini kita belum untuk daging sapi dan susu.











PEMBAHASAN
Pengertian
Produsen dalam ekonomi adalah orang yang menghasilkan barang dan jasa untuk dijual atau dipasarkan. Orang yang memakai atau memanfaatkan barang dan jasa hasil produksi untuk memenuhi kebetuhan adalah konsumen (http://id.wikipedia.org/wiki/Produsen),
Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi (http://id.wikipedia.org/wiki/Produksi).
Faktor-Faktor Produksi
Dalam ilmu ekonomi, faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam sebuah proses produksi barang dan jasa. Pada awalnya, faktor produksi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam, dan kewirausahaan. Namun pada perkembangannya, faktor sumber daya alam diperluas cakupannya menjadi seluruh benda tangible, baik langsung dari alam maupun tidak, yang digunakan oleh perusahaan, yang kemudian disebut sebagai faktor fisik (physical resources). Selain itu, beberapa ahli juga menganggap sumber daya informasi sebagai sebuah faktor produksi mengingat semakin pentingnya peran informasi di era globalisasi ini.(Griffin R: 2006) Secara total, saat ini ada lima hal yang dianggap sebagai faktor produksi, yaitu tenaga kerja (labor), modal (capital), sumber daya fisik (physical resources), kewirausahaan (entrepreneurship), dan sumber daya informasi (information resources) (http://id.wikipedia.org/wiki/Faktor_produksi)
a,Sumber daya fisik
Faktor produksi fisik ialah semua kekayaan yang terdapat di alam semesta dan barang mentah lainnya yang dapat digunakan dalam proses produksi. Faktor yang termasuk di dalamnya adalah tanah, air, dan bahan mentah (raw material) (http://id.wikipedia.org/wiki/Faktor_produksi)
b,Tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga kerja juga dikategorikan sebagai faktor produksi asli. Dalam faktor produksi tenaga kerja, terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja dapat dikelompokan berdasarkan kualitas (kemampuan dan keahlian) dan berdasarkan sifat kerjanya (http://id.wikipedia.org/wiki/Faktor_produksi)
Berdasarkan kualitasnya, tenaga kerja dapat dibagi menjadi tenaga kerja terdidik, tenaga kerja terampil, dan tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memerlukan pendidikan tertentu sehingga memiliki keahlian di bidangnya, misalnya dokter, insinyur, akuntan, dan ahli hukum. Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memerlukan kursus atau latihan bidang-bidang keterampilan tertentu sehingga terampil di bidangnya. Misalnya tukang listrik, montir, tukang las, dan sopir. Sementara itu, tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja yang tidak membutuhkan pendidikan dan latihan dalam menjalankan pekerjaannya. Misalnya tukang sapu, pemulung, dan lain-lain. (Griffin R. 2006. Business. New Jersey: Pearson Education.
Berdasarkan sifat kerjanya, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja rohani dan tenaga kerja jasmani. Tenaga kerja rohani adalah tenaga kerja yang menggunakan pikiran, rasa, dan karsa. Misalnya guru, editor, konsultan, dan pengacara. Sementara itu, tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang menggunakan kekuatan fisik dalam kegiatan produksi. Misalnya tukang las, pengayuh becak, dan sopir.
c. Modal
Yang dimaksud dengan modal adalah barang-barang atau peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal dapat digolongkan berdasarkan sumbernya, bentuknya, berdasarkan pemilikan, serta berdasarkan sifatnya. Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua: modal sendiri dan modal asing. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam perusahaan sendiri. Misalnya setoran dari pemilik perusahaan. Sementara itu, modal asing adalah modal yang bersumber dari luar perusahaan. Misalnya modal yang berupa pinjaman bank.
Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal abstrak. Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam proses produksi. Misalnya mesin, gedung, mobil, dan peralatan. Sedangkan yang dimaksud dengan modal abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nyata, tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan. Misalnya hak paten, nama baik, dan hak merek.
Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan modal masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari perorangan dan hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya. Contohnya adalah rumah pribadi yang disewakan atau bunga tabungan di bank. Sedangkan yang dimaksud dengan modal masyarakat adalah modal yang dimiliki oleh pemerintah dan digunakan untuk kepentingan umum dalam proses produksi. Contohnya adalah rumah sakit umum milik pemerintah, jalan, jembatan, atau pelabuhan.
Terakhir, modal dibagi berdasarkan sifatnya: modal tetap dan modal able . Modal tetap adalah jenis modal yang dapat digunakan secara berulang-ulang. Misalnya mesin-mesin dan bangunan pabrik. Sementara itu, yang dimaksud dengan modal able adalah modal yang habus digunakan dalam satu kali proses produksi. Misalnya, bahan-bahan baku.
D. Kewirausahaan
Faktor kewirausahaan adalah keahlian atau keterampilan yang digunakan seseorang dalam mengkoordinir able -faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Sebanyak dan sebagus apa pun able produksi alam, tenaga manusia, serta modal yang dipergunakan dalam proses produksi, jika dikelola dengan tidak baik, hasilnya tidak akan maksimal.
e.. Sumber daya informasi
`Sumber daya informasi adalah seluruh data yang dibutuhkan perusahaan untuk menjalankan bisnisnya. Data ini abl berupa ramalan kondisi pasar, pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan, dan data-data ekonomi lainnya.


Skema Proses Produksi



Produksi merupakan konsep arus (flow consept), bahwa kegiatan produksi diukur dari jumlah barang-barang atau jasa yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu, sedangkan kualitas barang atau jasa yang dihasilkan tidak berubah (Sryanto, 2009)
Tujuan Perusahaan
 Maksimisasi Sumberdaya (Tenaga Kerja)
 Maksimisasi Output (Penjualan)
 Maksimisasi Growth (Pertumbuhan)
Kategori Kegiatan Produksi:
 Produksi sesuai pesanan (custom-order production)
 Produksi massal yang kaku (rigid mass production)
 Produksi massal yang fleksibel (flexible mass production
 Proses atau aliran produksi (process or flow production)



Kendala Anggaran Produsen
Anggaran tertinggi yang mampu disediakan produsen untuk membeli input yang digunakan dalam proses produksi dihubungkan dengan harga input.
Kondisi produsen Hasil Peternakan
Sudah diketahui bersama bahwa produk ternak sangat dibutuhkan dalam menopang kehidupan tubuh manusia. Kualitas pangan berasal dari hewan ini pada batasbatas cukup sangat dibutuhkan untuk menopang hidup pokok, aktivitas dan reproduktivitas umat manusia. Akan tetapi belum semua maasyarakat Indonesia yang dapat memenuhi kebutuhan pangan asal hewan. Soedjana (1996) mengindikasikan bahwa pada masyarakat Indonesia yang berpenghasilan rendah, pangsa pengeluaran rumah tangganya sebagian besar (lebih dari 50%) masih didominasi oleh pengeluaran pangan, terutama beras sebagai makanan pokok. Dijumpai pula bahwa masyarakat di perkotaan, yang berpendapatan tinggi dan berpendidikan menengah ke atas, pangsa anggaran belanja makanannya diperkirakan kurang dari separuh pendapatan rumah tangga. Yang sangat menarik dari fenomena ini adalah dijumpainya kecenderungan penurunan konsumsi pangan yang bersumber karbohidrat dan beralih pada pangan bersumber protein seperti hasil ternak dan ikan.
Diduga konsumen pangan sumber produk ternak ini lebih banyak untuk masyarakat di perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan, meskipun pada akhir-akhir ini ada juga masyarakat dengan berpenghasilan menengah ke atas mulai mengkhawatirkan kelebihan konsumsi pangan sumber hewan, sehingga ada kecenderungan untuk menurunkan konsumsi pangan berasal produk ternak dan beralih pada buah dan sayur.
Fenomena di atas ini tentunya masih merupakan perbandingan yang kurang proporsional jika melihat pangsa masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia ini boleh dikatakan paling besar dibandingkan dengan pangsa masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi. Mengingat bahwa masyarakat di Indonesia baru mengkonsumsi protein hewani sebanyak 4,19 gr/kapita/hari, artinya berdasarkan norma gizi minimal bangsa ini baru mengkonsumsi 69,8% protein hewani. Saat ini, masyarakat Indonesia baru bisa memenuhi konsumsi daging sebanyak 5,25 kg, telur 3,5 kg, dan susu 5,5kg/kapita/tahun). Jelas sekali terlihat bahwa kesenjangan yang sekitar 30,2 % masih merupakan tantangan yang harus dihadapi guna memenuhinyan (Siswono, 2005).
Keterbukaan pangsa pasar produk ternak ini begitu lebar, sehingga upaya-upaya peningkatan produksi ternak melalui berbagai jurus sistem seperti sistem ektensif di pulau-pulau yang kurang penduduknya sampai sistem intensif yang berada di pulau yang dihuni banyak manusia. besarnya pendapatan keluarga sangat menentukan besarnya konsumsi produk ternak, sehingga keterbukaan pasar yang kelihatannya menggiurkan, tenyata ada keterbatasan. Upaya pemerintah tentunya tidak berhenti, karena tujuan utamanya adalah meningkatkan konsumsi produk pangan berasal dari ternak, sehingga faktor daya beli masyarakat sebaiknya bukan penghalang serius. Berbagai cara untuk meningkatkan konsumsi pangan berasal produk ternak ini, misalnya peningkatan pemilikan ternak yang disertai dengan promosi utamanya peningkatan konsumsi untuk keluarga, yang pada gilirannya dapat juga berakhir untuk dijual untuk mendapat tambahan uang tunai untuk keluarga (Soedjana 1996),
Ternak merupakan komoditas yang memiliki peluang pengembangan, melalui industri pengolahan hasil ternak, mudah pemeliharaan, bisa kawin secara alami maupun dengan teknik IB, mudah dalam penyediaan pakan. Ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing dan domba sebagai penghasil daging, susu dan limbah (kotoran sebagai pupuk), unggas (ayam dan itik) yang semula hanya dipelihara sebagai penghasil telur, saat ini telah populer juga sebagai penghasil daging yang berpotensi menghasilkan olahan yang bernilai gizi tinggi seperti sosis, abon, nuget, itik asap dan dendeng, dan mempunyai nilai tambah yang signifikan, serta potensi lain dalam menghasilkan kulit (sapi, kambing/domba, kelinci), bulu itik, wool domba dan ceker (ayam/itik) yang nilai ekonominya cukup tinggi (Suryana, A., 2007)

Peningkatan produk pangan hewani tentu saja bisa diupayakan dengan beberapa cara, yakni melalui (i) peningkatan populasi ternak, (ii) importasi bahan-bahan pangan produk ternak untuk kemudian dibuat berbagai macam pangan berbahan produk ternak, dan (iii) importasi pangan jadi berbahan produk ternak. Sementara untuk meningkatkan konsumsi produk hewani itu sendiri akan ditentukan oleh pendapatan keluarga dalam
Sifat produksi hasil ternak yang mudah rusak dan kondisi lingkungan Indonesia dengan temperatur dan kelembaban yang cukup tinggi akan mempercepat proses kerusakan komoditi sehingga memerlukan penanganan pasca panen yang baik dan tepat. Teknik-teknik penanganan dan pengolahan hasil ternak yang dilakukan melalui penelitian diharapkan dapat mengamankan hasil produksi terhadap penurunan mutu agar dapat meningkatkan nilai tambah hasil ternak, baik dari segi bobot, bentuk fisik, rupa dan gizi maupun rasa, bebas dari jazat renik patogen serta residu bahan kimia, sehingga dapat memenuhi persyaratan pasar dalam dan luar negeri serta agroindustri pengolahan. Komoditas daging harus memenuhi syarat, keamanan, kehalalan, dan kebersihan. Daging yang akan kita konsumsi haruslah daging yang baik dan sehat, aman dan halal dengan tanda-tanda: bersih/ terang, lapisan luar kering, berasal dari rumah potong (RPH / RPA) dengan sistem pemotongan yang halal, sudah ditiriskan, aroma tidak amis dan tidak bau asam, daging masih elastik dan tidak kaku, tidak ada memar.
Menurut Badan Standarisasi Nasional (2000) model proses produksi menggunakan pendekatan proses yang melibatkan kegiatan identifikasi, interaksi antara proses dan pengelolaan proses-proses. Pendekatan proses menekankan kepada pentingnya memahami dan memenuhi syarat, kebutuhan untuk mempertimbangkan proses dalam pengertian nilai tambah, memperoleh kinerja proses dan keefektifannya dan perbaikan berkesinambungan proses berdasarkan pengukuran objektif. Model pendekatan proses terdiri dari tujuan, pelanggan, masukan, proses, hasil, luaran dan pengukuran umpan balik.
Untuk mewujudkan peningkatan Produksi Pertanian ditempuh dengan beberapa kebijakan yaitu :
1. Memantapkan ketahanan pangan melalui penganekaragaman dan peningkatan produksi pertanian dengan penerapan teknologi tepat guna.
2. Mengembangkan usaha agribisnis tanaman pangan dan peternakan.
3. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan memantapkan kelembagaan petani bidang tanaman pangan dan peternakan.
4. Meningkatkan sarana prasarana tanaman pangan dan peternakan.
Produksi hasil ternak di Kota Semarang meliputi Telur, Daging Unggas antara lain ayam ras pedaging, ayam buras dll, Daging Non Unggas antara lain daging sapi dan kambing serta produk berupa susu segar. Peternakan sapi perah yang menghasilkan produk berupa susu segar di Kota Semarang dikembangkan di kecamatan Gunungpati dan Mijen, demikian juga untuk sapi potong. Pada tahun 2004 hasil produksi able peternakan di Kota Semarang sebagian besar menunjukkan peningkatan, kecuali untuk produk berupa susu segar. Produksi Daging baik unggas maupun non unggas tercatat sebesar 10.766.311 Kg pada tahun 2004 dan diperkirakan untuk tahun 2005 akan meningkat menjadi 11.550.658 kg/tahun sedangkan hasil ternak lainnya berupa susu sebesar 3.035.240 liter dan telur sebesar 5.361.667 butir. Hasil produksi ternak yang berupa susu dan telur diestimasikan akan menjadi sebesar 5.543.171 kg untuk telur dan 3.262.195 liter untuk susu (http://semarang.go.id/simpeda05/Simperek/Peternakan/ produksi hasil_ ternak. Htm).
. Hasil produksi ternak secara lebih rinci dapat dilihat pada able dibawah ini :


No Hasil Produksi Ternak satuan Produksi
2003 2004 2005
Jan s.d Okt Estimasi Des 2005
1 Daging non Unggas Kg 4.352.854 4.439.271 - -
2 Daging Unggas Kg 6.158.162 6.327.040 - -
3 Susu Segar Liter 3.946.904 3.035.240 2.718.496 3.262.195
4 Telur Kg 5.162.161 5.361.667 4.619.309 5.543.171
Sumber Data : Dinas Pertanian Kota Semarang



DAFTAR PUSTAKA
Anonim a. 2009.http://id.wikipedia.org/wiki/Produsen). 24 oktober 2009
Anonim b. 2009. (http://id.wikipedia.org/wiki/Produksi)
Anonim c. 2009.http://semarang.go.id/simpeda05/Simperek/Peternakan/ produksi hasil_ ternak. htm).

Griffin R. 2006. Business. New Jersey: Pearson Education.
Siswono, 2005. Konsumsi protein hewani di bawah standar. http://www.republika.co.id/. 24 oktober 2009.

Soedjana 1996, Soedjana, T.D., 1996. Perkembangan konsumsi daging dan telur ayam di Indonesia.Media Komunikasi & Informasi Pangan, Agribisnis Unggas, No. 29 (VIII): 35-44.

Suryana, A., 2007. Suryana, A., K. Diwyanto, S. Bahri, B. Haryanto, IW. Rusastra, A. Priyanti dan H. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Sapi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Sutama, I - K., 2007. Petunjuk Teknis Beternak Kambing Perah. Balai Penelitian Ternakkerjasama dengan P4MI, Badan Litbang Pertanian.



Suryanto, 2009. Teori Ekonomi

No comments:

Post a Comment